Ilmu Pengetahuan Sosial 1 | |||
Ilmu Pengetahuan Sosial 1 | |||
Kelas | : | 7 | |
Pengarang | : | Didang Setiawan | |
Penerbit | : | Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional | |
Tahun | : | 2008 |
Rabu, 17 Maret 2010
Ilmu Pengetahuan Sosial
Mari Belajar IPS Untuk SMP/MTs
Matematika Aktif dan Menyenangkan
Matematika Konsep dan Aplikasinya
Biologi Pertanian Jilid 2
Akomodasi Perhotelan Jilid 3
Budidaya Ikan Jilid 2
Paradigma Gender Harus Digeser
Menurutnya, laki-laki dan perempuan adalah sama. Hal ini yang melatarbelakangi perlunya dilakukan pengarusutamaan gender.
"Paradigma itu, ideologi itu, harus bergeser. Pendidikan itu untuk semua dan kehidupan itu juga untuk semua," kata Mendiknas usai membuka Lokakarya Pengalaman Terpetik Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan di Kemendiknas, Jakarta, Rabu Malam (24/2/2010).
Gender adalah konsep budaya yang diberikan pada seseorang karena ia terlahir dengan jenis kelamin tertentu. Sebagai akibat dari suatu proses kebudayaan, maka ada perbedaan perlakuan antara laki-laki dengan perempuan dalam peranan sehari-hari, yang kemudian menjadi stereotype tertentu di dalam masyarakat.
Dengan pemahaman bahwa gender adalah konsep di dalam kebudayaan masyarakat, ditambah merupakan hasil dari pemikiran kebudayaan masyarakat, gender itu dapat berubah seiring dengan perkembangan zaman.
Mendiknas mengungkapkan, fakta bias gender terjadi di berbagai sisi kehidupan masyarakat seperti di dunia akademik, jabatan, dan karir. Kelompok-kelompok perempuan, kata Mendiknas, kurang bisa berpartisipasi di dalam ikut serta membangun bangsa. "Ini faktanya memang demikian. Bisa jadi karena memang sejarah panjang bahwa perempuan secara ideologinya berada pada garis belakang. Oleh karena itu kenapa dilakukan pengarusutamaan (gender)," ungkapnya.
Sementara, kata Mendiknas, di bidang pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah kesetaraan gender sudah bagus. Hampir seluruh anak baik laki-laki maupun perempuan mengakses dunia pendidikan. Namun, lanjut Mendiknas, pada jenjang pendidikan tinggi usia 18-23 tahun mulai berkurang. Hal ini, kata Mendiknas, disebabkan pada usia tersebut mulai terjadi proses pernikahan. "Ujung-ujungnya tidak sekolah. Bagaimana mau sekolah wong sudah hamil? Paradigma ini yang harus digeser," katanya.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari mengatakan, pengarusutamaan gender dilakukan agar pemerintah dapat bekerja lebih efisien dan efektif dalam memproduksi kebijakan, program, kegiatan yang adil dan responsif gender kepada rakyatnya, baik perempuan dan laki-laki.
Selain itu, lanjut Linda, kebijakan dan pelayanan publik, serta program dan perundang-undangan yang adil dan responsif gender akan membuahkan manfaat yang adil bagi semua rakyat perempuan dan laki-laki. "Keberhasilan pelaksanaan pengarusutamaan gender memperkuat kehidupan sosial, politik, dan ekonomi suatu bangsa," katanya.
Lebih lanjut Linda mengatakan, anggaran responsif gender diperlukan. Dia mengungkapkan, selama ini ada anggapan yang salah tentang anggaran responsif gender. "Bukan anggaran dibagi 50 persen untuk laki-laki dan 50 persen untuk perempuan atau penyisihan anggaran lima persen. Bukan juga penambahan unsur baru dalam anggaran, tetapi bagaimana anggaran responsif gender terjadi di semua program
Indonesian Confrence on Children with Special Needs-Multi Perspectives on Inclusion
dengan IndoCARE (Indonesia Centre for Autism Resource and Expertise)
mengadakan konferensi pers di gedung DIKTI Kemendiknas, Jakarta, dengan narasumber Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Fasli Jalal,
Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Muchlas
Samani dan Chairman of Indocare, Juny Gunawan, Senin (1/3) Sore.
Dalam keterangan pers wamendiknas menyampaikan, "Kementerian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan memperbanyak keberadaan
sekolah inklusi. Saat ini terdapat 811 sekolah inklusi dengan 15.144
siswa. Mereka yang belajar di sekolah inklusi adalah gabungan siswa
normal pada umumnya dan siswa berkebutuhan khusus," katanya.
"Indonesia melakukan pendidikan yang mengarah kepada inclusive
education dengan memasukkan sebanyak mungkin potensi anak dengan kebutuhan khusus ke dalam sistem sekolah formal," kata Fasli.
Fasli menyampaikan, meskipun anak-anak ini memerlukan kebutuhan
khusus, tetapi kalau dimasukkan bersama-sama anak-anak normal lainnya justru lebih cepat kesembuhannya. Anak itu, kata dia, merasa tidak terasing dan bisa mengikuti apa yang dilakukan teman-temannya di sekolah inklusif. "Anak-anak normal, keluarga, dan guru, juga makin tahu bagaimana melayani anak berkebutuhan khusus ini. Akan kita
kembangkan di seluruh provinsi dan masuk ke kabupaten dan kota," ujarnya.
Kemendiknas, kata Fasli, akan berupaya memberikan penyadaran kepada guru dan kepala sekolah agar tidak melihat keberadaan siswa
berkebutuhan khusus di sekolahnya sebagai beban. Menurut dia, hal ini
adalah tugas mulia yang harus diemban. "Justru mereka yang seharusnya terpanggil bagaimana memberikan akses pendidikan yang bermutu kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus ini. Mudah-mudahan orang tua dan pengambil kebijakan seperti DPR dan DPRD juga menuntut supaya pelayanan publik untuk anak-anak ini jangan sampai menjadi kelas dua dan sama dengan anak-anak yang lain," katanya.
Fasli menyampaikan, Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi
tentang anak dengan kebutuhan khusus atau Indonesian Conference on
Children with Special Needs. Acara yang akan diselenggarakan pada
11-12 Maret 2010 ini terbuka bagi guru, orang tua, dan tokoh-tokoh
masyarakat di seluruh Indonesia. "Seminar akan membahas dari multi
perspektif baik dari sisi keilmuan dari sudut psikologi, pedagogi,
kesehatan, dan gizi maupun juga dari orangnya, ada orang tua, tokoh
masyarakat, guru, birokrasi, dan legislatif," katanya.
Untuk mengembangkan sekolah inklusi ini, kata Fasli, pemerintah akan
memperbaiki sistem pelatihan guru, mengembangkan Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa (P4TK TK dan PLB) di Bandung, Jawa Barat, dan memberikan insentif bagi sekolah-sekolah yang mau mencanangkan dirinya menjadi sekolah inklusif. "Sekolah bisa melakukan pelatihan lokal. Pelatihnya bisa outsource, tapi dananya kita berikan ke sekolah," katanya.
Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Muchlas
Samani, menyampaikan, guru-guru yang sekolahnya berminat menjadi
sekolah inklusi akan diberikan pelatihan khusus. Selain itu, akan ada
pembimbing khusus yang akan mengajar dari satu kelas ke kelas
lainnya. "Harapannya makin banyak sekolah yang mau menerima anak-anak yang punya kebutuhan khusus," katanya.
Pengurus Indocare, Juny Gunawan, mengatakan, pelatihan praktis diberikan kepada guru dan terapis. Selain itu, ada modul pelatihan bagi
pendamping yang mengasuh. Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang khusus menangani anak-anak autis usia 2-8 tahun ini juga akan
melibatkan lulusan SMK Sosial untuk dibina dengan modul-modul
vokasional menjadi guru di rumah. "Nanti lama-lama akan jadi guru di
sekolah atau menjadi shadow teacher," katanya.
Jumat, 05 Maret 2010
Buka Lokakarya Pengalaman Terpetik Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan
resmi lokakarya pengalaman terpetik Pengarusutamaan gender...
bidang pendidikan yang dimulai dengan jamuan makan malam dan persembahan tarian daerah dan kesenian dari sanggaruda di Graha Utama, lantai 3 Kemendiknas, Jakarta, Rabu (24/2) malam.
Lokakarya yang berlangsung pada tanggal 24 dan 25 Februari. Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen dalam mempromosikan kesetaraan gender di lingkungan sekolah dan pemerintah daerah.
Tujuan dari lokakarya ini adalah untuk menyebarluaskan pencapaian dan pembelajaran dari beberapa proyek percontohan pada tingkat sekolah dan kabupaten, yang dirancang untuk menunjang pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tahun 2008 mengenai Pengarusutamaan gender dalam Pendidikan.
Peserta lokakarya akan berbagi pengalaman mengenai upaya mereka untuk memastikan tercapainya kesetaraan gender agar perempuan dapat mengakses dan berpartisipasi dalam segala aspek pendidikan. Mereka juga akan mendiskusikan berbagai cara dalam meningkatkan kepemimpinan perempuan di sektor pendidikan.
Lokakarya tersebut akan diikuti oleh para pemangku kepentingan dari Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan perwakilan dari pemerintah daerah.
Kemendiknas Rintis Taman Bacaan Masyarakat di Mall
berbasis masyarakat di pusat perbelanjaan atau mall. Sarana pendidikan untuk menjangkau para pengunjung mall ini mengusung branding TBM@mall.
"Kita akan membangun perpustakaan- perpustakaan, library-library corner, baik di pusat-pusat keramaian misalkan di mall-mall termasuk juga di taman bacaan-taman bacaan atau pusat bacaan masyarakat di beberapa daerah. Itu yang kita perkuat, sehingga anak-anak kita bisa membaca secara langsung dan gratis," kata Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh usai membuka Kompas Gramedia Fair di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (23/2/2010).
Mendiknas menyampaikan, pengembangan keterjangkauan pendidikan terkait dengan biaya pendidikan mulai dari biaya langsung seperti SPP sampai dengan uang saku. Oleh karena itu, kata Mendiknas, mengembangkan buku yang murah adalah bagian dari membangun keterjangkauan. "Kita pun akan bekerjasama dengan para penerbit untuk memproduksi dan mencetak buku-buku yang bisa terjangkau," katanya.
Direktur Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dir Dikmas Ditjen PNFI) Kemendiknas Ella Yulaelawati mengatakan, pusat perbelanjaan atau mall akan menjadi pusat kebudayaan. Dia menyebutkan, 50 persen pengunjung adalah remaja, 25 persen di bawah remaja, dan 25 persen di atas remaja. "Jadi dengan TBM multifungsi dalam artian dia bisa belajar sepanjang hayat. Bapak-bapak yang mengikuti istrinya bisa singgah di situ," katanya.
Ella menyebutkan, fasilitas ini akan dilengkapi dengan kid corner atau pojok anak sebagai balai belajar bersama. Selain itu, dapat dijadikan sebagai galeri untuk anak-anak yang belajar di luar sekolah memajang hasil karyanya. "Murid sekolah rumah yang belajar di komunitas home schooling bisa pajangkan karyanya di situ dan juga bisa untuk anak-anak usia dini untuk belajar. Jadi segala bentuk pembelajaran yang lebih instan," ujarnya.
Pemilihan buku-buku koleksi TBM@mall disesuaikan gaya hidup para pengunjung mall. Buku-bukunya bersifat lebih instan, menarik, dan berisi rujukan-rujukan informasi untuk pembelajaran sepanjang hayat. "Di samping itu kita juga memahami ada komunitas-komunitas khusus. Bukan berarti hanya memikirkan untuk komunitas gaya hidup mall itu, tetapi kita juga akan melengkapi dengan TBM untuk di tempat tunggu sopir,"
katanya.
Ella menyebutkan, rintisan TBM@mall akan dimulai di lima pengelola pusat perbelanjaan di Jakarta. Selain itu, kata dia, akan dirintis pula di Serang, Banten dan Makassar, Sulawesi Selatan. "Kita akan ada MoU dengan pengelola pusat perbelanjaan dan sedang akan dirintis," katanya.
Kemendiknas, kata Ella, akan memfasilitasi dalam bentuk dana stimulan dan bekerjasama dengan sponsor. Dia menyebutkan, untuk rintisan TBM disediakan dana hibah Rp 70 juta, sedangkan jika dilengkapi dengan pembelajaran komunitas dan aktivitas-aktivitas lain disediakan dana Rp 200 juta.
Tingkatkan Kualitas Pengangkatan Guru Besar, Kemendiknas Bentuk 'Peer Group'
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) membentuk 'peer group'. Rencana untuk meninjau ulang sistem evaluasi untuk persetujuan pemberian status guru besar ini telah dimulai sejak dua bulan yang lalu.
Hal tersebut disampaikan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh saat memberikan keterangan pers di Kemendiknas, Jakarta, Jumat (19/2/2010).
"Kementerian ini tidak punya tangan sampai ke bawah, yang punya tangan sampai di bawah itu kan para perguruan tinggi masing-masing baik negeri maupun swasta. Oleh karena itu, kita ingin mengembangkan semacam peer group dengan bidang keilmuan yang lebih tajam, sehingga setiap ada karya ilmiah yang diajukan oleh seseorang untuk mendapatkan jenjang yang tinggi sudah direview terlebih dulu oleh peer group," kata Mendiknas.
Mendiknas mengatakan, saat ini sudah ada tim penilai yang keberadaannya akan diperketat lagi. Tim ini, lanjut Mendiknas, tidak hanya menilai dari aspek administrasi semata, tetapi akan dipertajam sampai ke aspek akademik keilmuannya. "Dengan penguatan peer group ini, satu urusan keilmuannya sudah bisa lebih diperketat, lebih difilter, lebih disaring di (tingkat) di perguruan tinggi masing-masing. Baru setelah itu naik ke kementerian, " katanya.
Setelah sampai di Kementerian, lanjut Mendiknas, keberadaan tim penilai angka kredit yang sudah ada akan diperkuat lagi, sehingga double. "Disaring baik di tingkat perguruan tingginya maupun di tingkat kementerian, " ujarnya.
Mendiknas menyambut baik atas banyaknya keinginan untuk meraih status guru besar. Saat ini, kata Mendiknas, kebutuhan akan guru besar memang banyak. Mendiknas menilai wajar atas meningkatnya peminat untuk menjadi guru besar. "Jumlah doktor sekarang juga naik pesat, sehingga persyaratan dasarnya sudah bisa dipenuhi," katanya.
Mendiknas menyebutkan, pada 2009 jumlah pemohon untuk guru besar pada perguruan tinggi negeri (PTN) sebanyak 986 orang, yang lolos 286. Lebih lanjut Mendiknas menyebutkan, jumlah guru besar pada 2008 sebanyak 3.439 orang untuk PTN, sedangkan perguruan tinggi swasta 512 orang. "Tahun 2009 jumlah guru besar di PTN 3.662 orang naik kira-kira sekitar 200 an guru besar, yang di PTS 573 orang. Jumlah dosen PTN 75.000 orang," katanya.
Mendiknas berharap, program percepatan yang dilakukan Kemendiknas cq Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tidak mengalami penyimpangan- penyimpangan dalam prosesnya.
Mendiknas Resmikan RS Pendidikan
Rumah Sakit Pendidikan yang berlokasikan di bibir Kampus Unhas, Tamalanrea ini memiliki fungsi penelitian dan pendidikan, dan juga untuk pengobatan pasien, disamping itu juga ada pelayanan Fertility Endocrine Reproductive Centre atau bayi tabung. Operasional rumah sakit pendidikan ini baru akan dimulai pada minggu pertama Maret 2010 karena masih menunggu sambungan listrik.
Mendiknas, Mohammad Nuh mengatakan bahwa rumah sakit pendidikan menitikberatkan pada pelatihan tenaga medis ataupun dokter, baik untuk riset maupun pendidikan. Ini merupakan program nasional dari Kementerian Pendidikan Nasional untuk fakultas kedokteran yang ada di Indonesia.
Sementara itu, Mendiknas melanjutkan, karakter rumah sakit pendidikan sebagai pusat riset dan pendidikan jangan dimaknai bahwa pasien akan menjadi bahan eksperimen. Layanan kesehatan di rumah sakit pendidikan ini tetap berpegang teguh pada etika kedokteran dan asas profesionalitas.
"Saat ini, fasilitas serupa sedang dibangun di Surabaya, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Medan. Tahun 2011 diperkirakan rampung," kata Mendiknas.
Pada Kesempatan yang sama, Rektor Universitas Hasanuddin Prof Idrus Paturusi,menerangkan bahwa Hasanuddin University Hospital (HUH) lebih berkonsentrasi pada diagnostic centre dan hightech treatment melalui pemanfaatan teknologi dan alat kedokteran yang canggih serta sebagai pusat pelatihan bagi mahasiswa yang sedang belajar di perguruan tinggi atau pun tenaga praktisi rumah sakit yang hendak menambah keterampilan dan pengetahuan guna meningkatkan kualtas pelayanan kesehatan.
"Rumah sakit ini akan bekerja sama dengan RSUP Wahidin Sudirohusodo (RSWS) yang letaknya berdampingan dalam menyajikan pelayanan kesehatan," jelas Idrus.
Mendiknas juga mengatakan, sebelumnya memang sudah ada kemitraan fakultas kedokteran dengan rumah sakit milik pemerintah. Namun, penekanan lebih diberikan pada pelayanan kesehatan daripada riset dan pendidikan.
Keberadaan rumah sakit pendidikan diharapkan bisa mengatasi tingginya rasio terisinya tempat tidur (bed occupation rate) karena digunakan pasien. Rumah sakit pendidikan juga akan menerima peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Pendidikan Jangan Dijadikan Komoditas Politik
Untuk mengurusi pendidikan, kata Mendiknas, diperlukan politik pendidikan, tetapi tidak kemudian dijadikan komoditas sebagai barang jualan.
"Jangan jadikan komoditas politik oleh siapapun termasuk pemerintah pusat, pemerintah ini, calon presiden A, calon bupati, walikota, gubernur, jangan! Biarkan dengan alur pikir dari dunia akademik itu sendiri. Please, don't touch," kata Mendiknas saat melakukan kunjungan ke Harian Fajar, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (14/2/2010).
Pada kesempatan tersebut Mendiknas diterima Wakil Direktur Utama Agus Salim Alwi Hamu, Pemimpin Redaksi Harian Fajar Sukriyansah S.Latief, dan Wakil Pemimpin Redaksi Muhammad Yusuf AR.
Mendiknas menyampaikan, pendidikan gratis adalah bagus jika untuk membantu, tetapi kalau sasarannya untuk komoditas dan tidak melihat dari sektor lain maka akan menjebak sendiri. Oleh karena itu, kata Mendiknas, yang dilakukan sekarang bukan sekolah gratis karena kalau sekolah gratis seakan-akan gratis semua dan bisa muncul efek negatif. "Karena nggak bayar, ya seenaknya saja, ngga bayar kok? Oleh karena itu, yang kita kembangkan sekarang adalah (pendidikan yang) terjangkau. (Bagi) yang kaya ya subsidi lah, bayar lah, tetapi yang miskin yang tidak cukup, gratislah. Jadi sifatnya selected," ujarnya.
Terkait pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Mendiknas mengatakan, BOS sifatnya adalah membantu bukan menutupi. BOS, lanjut Mendiknas, bukan untuk menjamin kebutuhan sekolah. "Bukan JOS, jaminan operasional sekolah, tapi BOS, bantuan. Oleh karena itu, ya yang cukup, yang kaya, ikut memberikan komputer, sehingga investasi di situ semakin besar," katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan tentang adanya arahan pembelanjaan dana BOS dari dinas, Mendiknas menegaskan, hal tersebut tidak dibenarkan. Kewenangan penggunaan BOS, kata Mendiknas, ada pada kepala sekolah. "Kenapa itu dilakukan? sebenarnya untuk memberikan otonomi sekolah-sekolah itu. Kalau tadi yang sampeyan sampaikan untuk pembelanjaan pengadaan ada direction dari atas maka menyalahi kodrat dari otonomi tadi. Jadi dengan adanya direction itu memunculkan ketidakpercayaan pemda dengan unit sekolahnya itu sendiri," katanya.
Mendiknas menambahkan, pemerintah mengalokasikan dana alokasi khusus (DAK) sebanyak Rp 9,2 triliun. Mendiknas menjelaskan, dana itu digunakan untuk membangun kelas baru, perpustakaan, dan laboratorium. Selain DAK, kata Mendiknas, ada program yang tidak disalurkan melalui kabupaten atau kota, tetapi langsung dalam bentuk bangunan. "Kalau DAK ini kan ini dananya seratus.. langsung ditransfer ke kebupaten kota A. Nanti kabupaten kota sendiri yang menentukan dipakai untuk sekolah yang mana. Kami hanya memberikan panduan kalau dipakai untuk memberikan laboratorium ukurannya sekian-sekian, peralatannya, dan sebagainya,"
Kontribusi Pangan Jajanan, 31 persen Terhadap Energi Anak Sekolah
terhadap energi mereka jadi kalau mereka disekolah itu 1/3 energinya didukung oleh jajanan. kalau jajanan itu tidak sehat, tidak bergizi dan tidak aman tentunya berbahaya sekali", kata Dodi Nandika, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional.
Kementerian Pendidikan Nasional melalui Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani, Sekretarias Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional, Dodi Nandika bersama dengan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lucky S. Slamet dan dengan arahan dari Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra), Agung Laksono menandatangani Nota Kesepahaman program pembinaan keamanan pangan jajanan anak sekolah dalam rangka penanggulangan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, yang dilakukan pada hari Kamis, (11/02) di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta.
Lucky mengatakan dalam hal ini kami menekankan bahwa dengan sampling rutin sehingga data-data kami tahun 2007, menunjukan 45 persen pangan jajanan anak sekolah itu tidak aman dalam arti mengandung tiga hal yaitu: pertama, adalah bahan berbahaya misalnya formalin, borax dsb. Kedua, kadar dari bahan tambahan pangan yang melebihi batas aman misalnya sudah dipersyaratkan pengawet benzoat tidak boleh melebihi standar. Ketiga, pencemaran mikroba misalnya ada kapang dsb .
"Dari ketiga hal itu mendorong kita untuk melakukan verifikasi, pada tahun 2008 BPOM melakukan verifikasi kepada sekolah-sekolah kemudian pada 2009 kami menyadari bahwa kementerian diknas ada program kantin sekolah jadi kita bergabung bersama-sama karena merupakan satu integrasi", tambah Lucky.
Dalam hal ini maka diperlukan intervensi kepada jajaran sekolah dan pemberdayaan kantin sekolah menjadi "Kantin Sehat Sekolah". Program ini merupakan bagian dari program Budaya Sehat. Seperti yang dikatakan oleh Menko Kesra, Agung Laksono pada saat memberikan keterangan kepada pers yang mengatakan bahwa Dalam rangka membangun masyarakat yang sehat secara keseluruhan dimulai dari membudayakan makan yang sehat, bersih termasuk terbebas dari kemungkinan-kemungkinan dari olahan industri yang bisa mengandung makanan yang beracun, seperti borax, pemutih, formalin, rodamin bahan makanan yang sering untuk tampak lebih segar, lebih indah lebih seksi, menarik dan lebih awet.
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar masyarakat, khususnya kepala sekolah, guru, siswa, pedagang dan produsen sadar akan pentingnya pangan jajanan disekolah yang bergizi dan sehat (higienis) serta aman dikonsumsi.
Dalam penjelasannya, Dodi Nandika mengatakan bahwa program kantin sehat sekolah ini akan dilaksanakan di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan SMP yang tersebar di 33 provinsi, dimana akan dilakukan tiga intervensi, yaitu: pertama, kami berdua dengan BPOM melakukan pelatihan2, sosialisasi kepada sekolah-sekolah, pada guru, pengelola kantin, siswa dan juga pengusahanya bahwa ini makanan sehat, bergizi dan memenuhi syarat kesehatan, itu sangat penting karena mereka punya pengetahuan yang memadai.
"Kedua, kami melakukan juga dukungan uang langsung atau blokgreen/hibah/uang itu sekitar maksimal 30 juta per sekolah untuk meningkatkan mutu kantinnya agar lebih sehat, ada air mengalir, tempat sampah, tertutup makanannya, dll", kata Dodi.
"Ketiga kami juga melakukan monitoring bersama dengan badan POM setiap secara berkala sehingga terus dan terus kita memberikan dukungan sehingga mereka makin sehat yaitu dimaintenance/dijaga",lanjut Dodi.
"Targetnya untuk tahun lalu hampir 300 dan untuk tahun ini mungkin lebih sedikit dari tahun lalu sehingga tahun ini bisa menjadi 2 kali lipat tahun lalu", tambah Dodi.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Indroyono Soesilo menghimbau, marilah kita bersama-sma kita kembangkan bekerjasama untuk menuju masa depan Indonesia yang lebih sehat, yang bahasanya bapak presiden itu adalah sehat gratis bukan obat gratis.
Rapat Koordinasi Kementerian Pendidikan Nasional
di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai, Kementerian Pendidikan Nasional, Bojongsari, Depok, Bogor, pada Jumat, (05/02).
Rapat Koordinasi (Rakor) dibuka langsung oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Muhammad Nuh dan diikuti sebanyak 213 orang dari jajaran pejabat eselon I, II, III di lingkungan unit utama Kementerian Pendidikan Nasional.
Dalam sambutannya, Mendiknas Menjelaskan bahwa namanya pendidikan itu irreversible proces yaitu proses yang tidak bisa dikembalikan lagi artinya hasil pendidikan kalau ada kecacatan misalnya aja yang tidak punya tata krama, yang mana ada kesalahan pada waktu ngajar tidak bisa ditarik sekolah lagi karena itu proses irreversible.
"Karena ini proses irreversible maka kita harus hati-hati didalam mulai merancang kurikulumnya, mengembangkan metodologinya sampai dengan implementasi dilapangannya, itu kita harus hati-hati betul dan kita tidak boleh melakukan eksperimen-eksperimen tanpa didasari kajian-kajian akademik secara konprehensif", jelas Mendiknas.Rakor
Menurut Mendiknas bahwa maksud dari Rakor kali ini disamping membangun silahturahmi dan meningkatkan ownership (rasa kepemilikan), tetapi juga tidak adanya gap/perbedaan dalam menyampaikan ide-ide kreatif yang muncul antara eselon I, II dan III dengan tanpa ada tekanan dan kesungkanan.
Mendiknas juga menyampaikan bahwa ada beberapa hal yang menarik dan perlu dicermati yaitu yang pertama, tentang Ujian Nasional (UN), "meskipun pelaksananya UN adalah BSNP tetapi kita tetep ikut karena urusan pendidikan tidak bisa di buat demarkasi yang jelas", kata Mendiknas.
"Oleh karena itu kita harus bersama-sama, kita semua tidak hanya litbang tetapi kita semua ikut menjadi corong-corong atau pelaku-pelaku untuk menghantarkan agar UN itu yang pertama prestasinya bagus, tapi tidak cukup hanya bagus prestasinya tetapi dijiwai oleh perilaku kejujuran sehingga prestasi dan jujur itu melekat satu kesatuan", jelas Mendiknas.
Yang kedua, tentang renstra, "sebenarnya sudah mengamanatkan tentang akhlak mulia, tentang metodologi yang berbasis kreativitas, inovatif dst, tetapi kenapa masih banyak orang yang menanyakan seakan-akan metodologi yang kita kembangkan itu tidak berbasis pada kreativitas, inovasi dan lainnya", kata Mendiknas.
"Oleh karena itu kita butuh momentum apa yang disarankan oleh kelompok 3 tentang pentingnya kampanye masih untuk membangkitkan kesadaran kolektif bagi masyarakat luas tentang pentingnya akhlak mulia, kepribadian dan seterusnya", tambah Mendiknas.
Yang terakhir, mengenai tata kelola yang ujungnya nanti adalah akuntabilitas. "Kalau kita bicara akuntabilitas kalau tidak ada sesuatu yang riil ukurannya yang resonable maka agak susah", kata Mendiknas. "Oleh karena itu kami berterima kasih kepada bapak-ibu semuanya dan pada kita semuanya yang mempunyai tekad untuk menggeser wajar dengan pengecualian ke wajar tanpa pengecualian", tambahnya.
Mendiknas mengatakan bahwa berikutnya lagi terkait dengan tata kelola yaitu mengenai pentingnya ketepatan/akurasi/presisi perencanaan karena segala itu awalnya ditentukan didalam perencanaan kalau perencanaannya bagus insyaalloh hasilnya bagus, kalau perencanaan tidak bagus tapi hasilnya bagus itu namanya mukjizat.
Mendiknas berharap, mumpung sekarang ini kita masih punya kesempatan untuk meningkatkan kualitas perencanaan kita, yang mana ujungnya kita memberikan layanan yang baik, baik layanan institusi, layanan kesiswaan maupun layanan ke masyarakat dan orientasi kita adalah orientasi kepuasan publik bukan semata-mata kepuasan kita diknas. "Kita boleh berat tapi publik puas tidak apa-apa memang yang jauh lebih baik adalah kita senang dan publik juga senang oleh karena itu intervensi teknologi menjadi keharusan, menata kembali prosedur mekanisme sistem yang berlaku di diknas harus di berlakukan dan peningkatan SDM mutlak harus dilakukan, kalau itu bisa dilakukan pekerjaan seberat apapun, insyaalloh kita jawab dengan baik", katanya.
Mendiknas juga berharap para pejabat di lingkungan Kementrian Pendidikan Nasional agar memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan pembangunan pendidikan 2010-2014, yaitu: patuh hukum (legal compliance), terbuka (transparan), dapat dipertanggungjawabkan (accountable), dilaksankan dengan cepat dan hati-hati (prudent), dan mengikuti azas manfaat (benefical).
Rakor ini membahas masalah kebijakan pendidikan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu: Kelompok I: Realisasi Anggaran 2010, Peningkatan Akuntabilitas (WTP), dan Rencana RKP 2011 (Sesjen dan Irjen). Kelompok II: Persiapan UN yang bisa dipercaya/langkah-langkah persiapan UN 2010 (Kabalitbang dan Ketua BSNP). Kelompok III: Review (isi) dan Pengembangan Karakter Jati Diri (Dirjen Dikti dan Dirjen PMPTK). Kelompok IV: Peningkatan Kualitas Layanan, meliputi: instasi, pendidik dan tenaga kependidikan, serta siswa (Dirjen Mandikdasmen dan Dirjen PNFI).
Kembangkan Sekolah Adiwiyata
lingkungan melalui Program Sekolah Adiwiyata. Bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup, program yang telah berjalan sejak 2006 ini diharapkan dapat lebih ditingkatkan baik dari sisi jumlah maupun kualitasnya.
"Kita berikan penghargaan kepada sekolah-sekolah Adiwiyata. Monggo, nanti kita kembangkan adiwiyata-adiwiyata baru, sehingga jumlahnya bertambah besar dan kualitasnya pun juga bertambah baik," kata Mendiknas usai melakukan panandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) tentang Pendidikan Lingkungan Hidup dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup Muhammad Hatta di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) , Jakarta, Senin (1/2/2010).
Mendiknas mengatakan, urusan lingkungan hidup tidak cukup hanya sebagai ideologi saja. Menurut dia, yang diperlukan berikutnya adalah menterjemahkan ideologi itu dalam perilaku-perilaku praktis yang langsung dapat dirasakan manfaatnya. Salah satu kegiatan praktis yang dilakukan, kata Mendiknas, adalah penguatan institusi pusat studi lingkungan (PSL). "Ada 32 PSL yang sekarang tersebar di berbagai universitas. Kami, kawan-kawan kementerian sudah sepakat. Jadi MoU ini tidak sekedar tekenan, kita sepakat untuk ikut mulai membangun ideologi sampai ke langkah-langkah praktis," katanya.
Salah satu agenda konkrit dari kesepakatan ini adalah Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) yang bertugas menyusun grand design PLH, mengkoordinasikan implementasi program dan kegiatan PLH, serta memantau dan evaluasi pelaksanaan kesepakatan ini.
Mendiknas mengatakan, pendidikan lingkungan hidup akan diterapkan secara komprehensif integratif dan bukan pendekatan per mata pelajaran. Menurut Mendiknas, pendekatan yang dilakukan adalah tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan dimasukkan ke dalam subbab-subbab yang terkait. Mendiknas mencontohkan, seseorang yang membuang sampah dapat terkait di empat bidang, yakni lingkungan hidup, etika, Matematika, dan ilmu sosial. "Pendekatan- pendekatan komperehensip intergratif itulah yang harus kita kembangkan ke depan," katanya.
Menteri Negara Lingkungan Hidup Muhammad Hatta mengemukakan, adalah hak masyarakat untuk menerima pendidikan lingkungan hidup. Dia menjelaskan, pendidikan ini akan lebih mendekatkan kepada kegiatan pencegahan atau preventif sejak dini. "Harapannya adalah perilaku para peserta didik menjadi ramah lingkungan, sehingga perusakan-perusakan bisa terhindari," katanya.
Muhammad mengatakan, melalui Program Sekolah Adiwiyata setiap sekolah dapat berperilaku dan berbudaya lingkungan hidup. "Tadinya jumlahnya hanya beberapa sekolah sekarang meningkat sampai ratusan untuk seluruh Indonesia. Sudah skala nasional, makanya dalam kegiatan ini juga salah satunya bagaimana mempercepat akses ini, sehingga menjadi lebih banyak," katanya.***